Pelosoknegeri.my.id Subussalam - Mantan Kepala Dinas Sosial Kota Subulussalam, Aceh, berinisial S, ditetapkan menjadi tersangka dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH).
"Dalam kasus ini dua orang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu S dan DEP (konsultan)," kata Kajari, Mayhardy Indra Putra, Rabu (11/8/2021).
Ia mengatakan, kasus ini berawal saat Dinas Sosial Kota Subulussalam tahun anggaran 2019 mengelola program rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni. Total anggaran program mencapai Rp 4,8 miliar lebih yang bersumber dari dana otonomi khusus Aceh.
Program itu bertamburan 250 penerima yang terbagi dalam 15 kelompok. Masing-masing penerima mendapat bantuan sosial rehabilitasi rumah tidak layak huni Rp 19,35 juta.
"Tersangka S meminta DEP membuat rencana anggaran dan gambar serta dua laporan pertanggung jawaban sekalian. Biaya rencana anggaran dan gambar Rp 500 ribu dan laporan pertanggung jawaban masing-masing Rp 500 ribu, Total keseluruhan Rp 1,5 juta," ujarnya.
Dari hasil pemeriksaan, biaya itu dibebankan kepada penerima Mafaat.Sementara jumlah bantuan yang diterima berkurang Rp1,5 juta.
"Sebelum pencairan tahap pertama, S mengingatkan masing-masing ketua kelompok penerima jika telah mencairkan bantuan segera melakukan pembayaran Rp 1,5 juta kepada DEP," ujarnya.
Padahal berdasarkan peraturan Wali Kota Subulussalam tentang petunjuk pelaksanaan, rencana anggaran dan laporan pertanggung jawaban dibuat masing-masing kelompok yang dibantu petugas pendamping.
"Dalam peraturan Wali Kota juga disebutkan tidak ada pemotongan bantuan, termasuk untuk biaya administrasi RAB. Selain itu, format RAB juga bertentangan dengan peraturan wali kota tersebut," jelasnya.
Kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Berdasarkan hasil penghitungan Inspektorat Kota Subulussalam, kerugian negara yang ditimbulkan akibat Ulah kedua tersangka Tersebut mencapai Rp 375 juta," tukasnya.
DiKutip dari BERITAMERDEKA.net
Reporter anak negeri
"Dalam kasus ini dua orang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu S dan DEP (konsultan)," kata Kajari, Mayhardy Indra Putra, Rabu (11/8/2021).
Ia mengatakan, kasus ini berawal saat Dinas Sosial Kota Subulussalam tahun anggaran 2019 mengelola program rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni. Total anggaran program mencapai Rp 4,8 miliar lebih yang bersumber dari dana otonomi khusus Aceh.
Program itu bertamburan 250 penerima yang terbagi dalam 15 kelompok. Masing-masing penerima mendapat bantuan sosial rehabilitasi rumah tidak layak huni Rp 19,35 juta.
"Tersangka S meminta DEP membuat rencana anggaran dan gambar serta dua laporan pertanggung jawaban sekalian. Biaya rencana anggaran dan gambar Rp 500 ribu dan laporan pertanggung jawaban masing-masing Rp 500 ribu, Total keseluruhan Rp 1,5 juta," ujarnya.
Dari hasil pemeriksaan, biaya itu dibebankan kepada penerima Mafaat.Sementara jumlah bantuan yang diterima berkurang Rp1,5 juta.
"Sebelum pencairan tahap pertama, S mengingatkan masing-masing ketua kelompok penerima jika telah mencairkan bantuan segera melakukan pembayaran Rp 1,5 juta kepada DEP," ujarnya.
Padahal berdasarkan peraturan Wali Kota Subulussalam tentang petunjuk pelaksanaan, rencana anggaran dan laporan pertanggung jawaban dibuat masing-masing kelompok yang dibantu petugas pendamping.
"Dalam peraturan Wali Kota juga disebutkan tidak ada pemotongan bantuan, termasuk untuk biaya administrasi RAB. Selain itu, format RAB juga bertentangan dengan peraturan wali kota tersebut," jelasnya.
Kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Berdasarkan hasil penghitungan Inspektorat Kota Subulussalam, kerugian negara yang ditimbulkan akibat Ulah kedua tersangka Tersebut mencapai Rp 375 juta," tukasnya.
DiKutip dari BERITAMERDEKA.net
Reporter anak negeri
Posting Komentar