Memberantas korupsi tidak melulu mesti lewat penindakan, tetapi juga harus diselaraskan dengan penanaman nilai-nilai antikorupsi melalui pendidikan. Strategi ini tengah digalakkan tidak hanya di Indonesia, tapi juga oleh banyak negara di dunia, di antaranya negara-negara anggota G20.
Negara-negara G20 kompak memasukkan nilai-nilai integritas dan antikorupsi sebagai bahan ajar di sekolah, baik di kurikulum atau materi tambahan. Hal ini dipaparkan dalam pembacaan kompendium hasil kuesioner mengenai partisipasi publik dan program pendidikan antikorupsi pada kegiatan Anti-Corruption Working Group (ACWG) awal Juli lalu di Bali.
Direktur Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi KPK Dian Novianthi dalam paparannya menyebutkan bahwa kebanyakan negara G20, di antaranya Brasil, China, Singapura, Jepang, Turkiye, dan Indonesia telah menerapkan pendidikan antikorupsi dan integritas. Tidak hanya melalui kurikulum di sekolah atau kampus, pendidikan antikorupsi juga mewujud dalam karya seni, dongeng, board games, dan berbagai kompetisi.
Negara anggota G20 juga, seperti Arab Saudi, Inggris, Meksiko, Korea Selatan, dan China, telah menjadikan lembaga pemberantasan korupsi sebagai pusat pendidikan antikorupsi dan integritas.
"Terkait penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, beberapa negara anggota ACWG G20, seperti Australia, Argentina, Meksiko, Spanyol, Singapura, Amerika Serikat, dan lainnya menggunakan permainan online sebagai metode pengajaran mereka. Misalnya The Citizenship Game yang dikembangkan oleh Brasil," kata Dian di hadapan para delegasi ACWG G20.
Dalam inisiatif partisipasi publik, Dian melanjutkan, beberapa negara ACWG telah melakukan berbagai studi dan riset mengenai cara mempertahankan integritas masyarakat dan memberantas korupsi. Di antara yang melakukannya adalah Indonesia, Australia, Korea Selatan, Arab Saudi, Jepang, Amerika Serikat, Inggris, dan Argentina.
Beberapa negara juga melibatkan para pemuda dalam kegiatan pendidikan antikorupsi. "Sebagai contoh, Arab Saudi mengembangkan komunitas-komunitas pemuda di sekolah tinggi untuk menanamkan bahwa integritas dan moral adalah kewajiban dalam beragama," ujar Dian.
Tantangan Implementasi Pendidikan Antikorupsi dan Integritas
Dalam paparan hasil kuesioner pada kompendium, Dian juga menyebutkan bahwa terdapat berbagai tantangan yang dialami negara-negara ACWG G20. Di antaranya yang dialami beberapa negara adalah sulitnya mempromosikan integritas di sektor bisnis dan BUMN.
"Di sisi lain, anggota G20 ACWG seperti Korea Selatan, telah mengalokasikan sumber daya mereka untuk fokus dalam meningkatkan integritas dan sikap antikorupsi terhadap pegawai negeri," ujar Dian.
Tantangan lainnya adalah belum adanya pengukuran dampak dari berbagai upaya yang telah dilakukan. Dari kuesioner diketahui, hanya beberapa negara yang melakukannya, salah satunya adalah Afrika Selatan yang telah melakukan riset dampak dari peningkatan budaya antikorupsi bagi pelayanan publik.
"Inilah saatnya untuk melakukan lebih banyak lagi pengukuran dampak sebagai tolok ukur dan bahan evaluasi agar kita bisa melakukan peningkatan yang berkelanjutan," kata Dian.
Peran serta pemuda dalam upaya pemberantasan korupsi sangat penting, namun mewujudkannya menjadi tantangan tersendiri. Hasil kuesioner menunjukkan, beberapa negara kesulitan merengkuh lebih banyak pemuda dalam program-program antikorupsi mereka.
"Terkait pendidikan integritas di sekolah, beberapa negara mengembangkan kurikulum yang lebih atraktif bagi siswa yang tidak akrab dengan isu antikorupsi dan anak-anak yang mungkin menerima pesan yang salah dari keluarga atau lingkungan sekitar mereka mengenai integritas," ujar Dian.
Kuesioner pada kompendium telah disebarkan untuk diisi oleh negara anggota ACWG G20 pada Maret lalu. Tujuannya adalah untuk berbagi pengalaman, mengetahui perkembangan, dan mendapatkan masukan mengenai partisipasi publik serta pendidikan antikorupsi. Versi final dari kompendium ini rencananya akan disirkulasikan pada akhir September 2022.






Posting Komentar